Thursday 6 October 2016

Panas Bumi Sebagai Energi Terbarukan Untuk Pembangkit Listrik

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pada era globalisasi seperti saat ini, energy sangat banyak diperlukan untuk kehidupan sehari-hari, tak terkecuali energi listrik. Energi listrik merupakan sumber energy yang sangat penting bagi kehidupan manusia baik itu untuk kegiatan industry, kegiatan komersial maupun dalam kehidupan sehari-hari rumah tangga. Energi listrik dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan penerangan dan juga proses produksi yang melibatkan barang-barang elektronik dan alat-alat/mesin industri. Mengingat begitu besar dan pentingnya manfaat enerli listrik sedangkan sumber energy pembangkit listrik terutama berasal dari sumber daya tak terbarui keberadaannya terbatas, maka untuk menjaga kelestarian sumber energy ini perlu diupayakan langkah-langkah strategis yang dapat menunjang penyediaan energy listrik secara optimal dan terjangkau. Upaya menambahkan pembangkit sebenarnya telah dilakukan pemerintah. Namun membutuhkan proses yang lama dan anggaran yang besar. Oleh karena itu kerja sama dan partisipasi berbagai pihak sangat diperlukan untuk mengatasi krisis energy listrik ini secara simultan dan terstruktur. Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan diantaranya perbaikan system listrik, mengurangi ketergantungan kepada BBM sebagai bahan bakar pembangkit tenaga listrik, internalisasi hidup hemat kepada khalayak dan yang tidak kalah pentingnya adalah mencari Energi Baru dna Terbarukan sebagai pasokan sumber energy. Energi Baru dan Terbarukan (EBT) terus dikembangkan dan dioptimalkan, dengan mengubah pola pikir bahwa EBT bukan sekedar sebagai energy alternative dari Bahan Bakar fosil tetapi harus menjadi penyangga pasokan energy nasional. Ada banyak sumber dari alam yang bisa dijadikan energy terbarukan salah satunya yaitu pemanfaatan energy panas bumi atau geothermal yang keterdapatannya memiliki potensi yang besar sebagai energy alternative.
Energi panas bumi adalah energy panas yang terdapat dan terbentuk di dalam kerak bumi. Temperatur di bawah kerak bumi bertambah seiring bertambahnya kedalaman. Suhu di pusat bumi diperkirakan mencapai 54000 C. Menurut pasal 1 UU No. 27 tahun 2003 tentang panas bumi : Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetic semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu system Panas Bumi dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambanga. Dalam proses eksplorasi dan eksploitasinya tdiak membutuhkan lahan permukaan yang terlalu besar. Energi panas bumi bersifat tidak dapat diekspor, maka sangat cocok untuk memenuhi kebutuhan energy di dalam energy.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka timbul permasalahan sebagai berikut:
ü  Bagaimana poetnsi panas bumi Indonesia sebagai Energi Baru dan Terbarukan (EBT) dalam emmenuhi kebutuhan energy listrik nasional ?
ü  Bagaimana teknik konversi energy panas bumi menjadi enerli listrik sehingga bisa dimanfaatkan dengan baik ?
ü  Bagaimana Kelebihan dan Kekurangan teknik konversi panas bumi menjadi energy listrik ?

1.3 Tujuan Studi Pustaka
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini yaitu :
ü  Menemukan energy alternative sebagai pengganti fossil-fuel dalam menghadapi krisis energy
ü  Menganalisis seberapa besar potensi panas bumi sebagai energy alternative
ü  Mengetahui potensi Indonesia akan panas bumi

1.4 Manfaat Studi Pustaka
Dengan adanya Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
ü  Menemukan energy alternative yang relevan dna terbarukan sehingga bisa dimanfaatkan
ü  Mengetahui penggunaan panas bumi sebagai bahan bakar generator listrik
ü  Mengetahui potensi energy panas bumi di Indonesia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelangkaan energy
Berdasarkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2008-2027, dibutuhkan kapasitas pembangkit listrik tak kurang dari 149 GW pada tahun 2027. Sementara itu saat ini kapasitas pembangkit kita tak lebih dari 21 GW.
Fenomena inilah yang terjadi dalam pengadaan energy di Indonesia. Krisis energy menjadi perhatian serius yang harus segera dicarikan solusinya. Negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia ini tentu membutuhkan pasokan energy yang tidak sedikit apalagi bahan bakar untuk keperluan sehari-hari yang semkain meningkat seiring bertambahnya kebutuhan masyarakat Indonesia.
Indonesia tidak kaya akan sumber daya energy yang tak terbarukan (yang berasal dari fosil). Namun Indonesia kaya akan sumber daya energy yang dapat diperbaharui yaitu panas bumi, tenaga air, biomas, dll. Sayangnya Indonesia tidak mempunyai kebijkaan untuk menggunakan sebagian pendapatan dari pengolahan sumber energynya untuk mengembangkan energy terbarukan. Justru kebanyakan hasil dari migas digunakan untuk mensubsidi BBM yang menghambat oengembangan energy lain. Sementara produksi minyak bumi terus berkurang dan konsumsi minyak (BBM) semakin meningkat melebihi dari tingkat produksinya. Saat ini kebutuhan BBM kita mencapai 1.3 juta barel/hari, sementara produksi minyak yang didapat pemerintah hanya 540.000 barel/hari, itu pun tidak semua diolah menjadi BBM. Oleh karena itu pemerintah harus mengimpor minyak dalam bentuk BBM sebesar 500.000 barel/hari (Ditjen Migas 2012).

2.2 Terjadinya Sistem panas bumi
Secara garis besar bumi ini terdiri dari tiga lapisan utama yaitu kulit bumi, sleubung bumi dan inti bumi. Ketebalan dari kulit bumi bervariasi, tetapi umumnya kulit di bawah suatu daratan lebih tebal dari yang terdapat di bawah suatu lautan. Di bawah suatu daratan ketebalan kulit bumi umumnya sekitar 35 kilometer sedangkan dibawah lautan hanya sekitar 5 kilometer. Batuan yang terdapat pada lapisan ini adalah batuan keras yang mempunyai density sekitar 2.7 – 3 gr/cm3.
Di bawah kulit bumi terdapat suatu lapisan tebal yang disebut selubung bumi (mantel) yang diperkirakan mempunyai ketebalan sekitar 2900 km. Bagian teratas dari selubung bumi juga merupakan batuan keras.
Bagian terdalam adalah inti bumi yang mempunyai ketebalan sekitar 2450 kilometer. Lapisan ini mempunyai temperature dan tekanan yang sangat tinggi sehingga lapisan ini berupa lelehan yang sangat panas yang diperkirakan mempunyai density sekitar 10.2 – 11.5 gr/cm3. Diperkirakan temperature pada pusat bumi dapat mencapai sekitar 60000 F. Bagian dari selubung bumi ini kemudian dinamakan astenosfer (200 – 300 km). dibawah lapisan ini, yiatu bagian bawah dari sleubung bumi terdiri dari material-material cair, pekat dan panas, dengan densitas sekitar 3.3 – 5.7 gr/cm3.
Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa litosfer sebenarnya bukan merupakan permukaan yang utuh, tetapi terdiri dari sejumlah lempeng-lempeng tipis dan kaku. Lempeng-lempeng tersevut merupakan bentangan batuan setebal 64 – 145 km yang mengapung di atas astenosfer. Lempeng-lempeng ini bergerak secara perlahan-lahan dan meenrus. Di beberapa tempat lempeng-lempeng bergerak memisah sementara di beberapa tempat lainnya lmepeng-lempeng saling mendorong dan salah satu diantaranya di bawah lempeng lainnya. Karena panas di dalam astenosfer dan panas akibat gesekan, ujung dari lempengan tersebut hancurr meleleh dan mempunyai temperature tinggi.
Adanya material panas pada kedalaman beberapa ribu kilometer di bawah permukaan bumi menyebabkan terjadinya aliran panas dari sumber panas tersbeut hingga kepermukaan. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan temperature dari bawah hingga ke permukaan, dengan gradient temperature rata-rata sebesar 300/km. di perbatasan antara dua lempeng harga laju aliran panas umumnya lebih besar dari harga rata-rata tersebut. Hal ini menyebabkan gradient temperature di daerh tersebut menjadi lebih besar dari gradient rata-rata, sehingga dapat mencapai 70-800C/km, bahkan di suatu tempat di Lanzarote (canary Islan) besarnya gradient temperature sangat tinggi sekali hingga besarnya tidak lagi dinyatakan dalam 0C/km tetapi dalam 0C/cm.
Pada dasarnya system panas bumi terbentuk sebagai hasil dari perpindahan panas dari suatu sumber panas ke sekelilingnya yang terjadi secara konduksi dan secara konveksi. Perpindahan panas secara konveksi terjadi karena adanya kontak antara air dengan suatu sumber panas. Air karena gaya gravitasi selalu mempunyai kecenderungan untuk bergerak kebawah, akan tetapi apabila air tersebut kontak dengan suatu sumber panas maka akan terjadi perpindahan panas sehingga temperature air menjadi lebih tinggi dan air menjadi lebih ringan. Keadaan ini menyebabkan air yang lebih panas bergerak ke atas dan air yang lebih dingin bergerak turun ke bawah, sehingga terjadi sirkulasi air atau arus konevksi.

Ada tiga lempengan yang berinterakasi di Indonesia, yiatu lempeng Pasifik, lempeng India-Australia dan lmepeng Eurasia. Tumbukan yang terjadi antara ketiga lempeng tektonik tersebut telah memberikan peranan yang sangat penting bagi terbentuknya sumber energy panas bumi di Indonesia. Tumbukan antara India-australia  di sebelah selatan dan lmepeng Eurasia di sebelah utara menghasilkan zona penunjaman (subduksi) di kedalaman 160-210 km di bawah Pulau Jawa-Nusatenggara dan dikedalaman sekitar 100 km dibawah  Pulau Sumatera lebih dangkal dibandingkan dengan di bawah Pulau jawa atau Nusantara. Karena perbedaam kedalaman jenis magma yang dihasilkan berbeda. Pada kedalaman yang lebih besar jenis magma yang dihasilkan akan lebih bersifat basa dan lebih cair dengan kandungan gas magmatic yang lebih tinggi sehingga menghasilkan erupsi gunung api yang lebih kuat yang pada akhirnya akan menghasilkan endapan vulkanik yang lebih tebal dan terhampar luas. Oleh karena itu, reservoir panas bumi di Pulau jawa umumnya lebih dalam dan menempati batuan vulkanik. Sednagkan reservoir panas bumi di Sumtera terdapat di dalam batuan sedimen dan dietmukan pada kedalaman yang lebih dangkal.

Monday 30 May 2016

Penilaian Tingkat Kestabilan Lereng Batuan Granit Menggunakan Metode Slope Mass Rating (SMR) dan Analisis Kinematika di PT Mandiri Karya Makmur

Penilaian Tingkat Kestabilan Lereng Batuan Granit Menggunakan Metode Slope Mass Rating (SMR) dan Analisis Kinematika
di PT Mandiri Karya Makmur

(The Assesment of Granite Rock Slope Stability Using Slope Mass Rating (SMR) Method and Kinematic Analysis in PT Mandiri Karya Makmur)
Mirsandi1, Ferra Fahraini2, Irvani1
1Jurusan Teknik Pertambangan, Universitas Bangka Belitung
2Jurusan Teknik SIpil
Abstract
PT Mandiri Karya Makmur (MKM) was a private company that mine granite rock. Level in mine site was almost steep so that it had the possibility to failure. The study was conducted to assess the stability of rock slope that may endanger the safety of workers.     This study to determine the quality of  rock mass of slope based on the value of SMR (Slope Mass Rating) and kinematics analysis.     The data used included UCS, RQD, Space of discontinuity, Discontinuity conditions, Groundwater conditions and Discontinuity orientation data. Slopes data were divided into 4 scanline based on the direction changing of the slope. To determine the type of failure using kinematics analysis of Dips program and Schmidt net.     The analysis results revealed that the quality of rock mass for scanline II was very good or very stable based on the SMR value. While on the rock mass quality of scanline I, III and IV were good with the stability of the slope was in a stable condition. The possibility of a failure in scanline I, III and IV were only several blocks. There were two blocks that has possibility to failure was on  scanline III and IV. Estimation direction of slope failure on scanline III and IV respectively were N 1350 and N 1850 E. The supporting of slope instability can be done by scaling or cutting blocks that have potential to failure.
Keywords : Slope Stability, Slope Mass Rating, Scanline, Kinematic Analysis
1. Pendahuluan
PT Mandiri Karya Makmur adalah salah satu perusahaan swasta yang melakukan penambangan salah satu bahan galian industri, yaitu batu granit yang bertujuan untuk memecahkan suatu batuan menjadi bongkahan-bongkahan yang ukurannya disesuaikan dengan permintaan konsumen dengan menggunakan bahan peledak. Proses Peledakan batuan granit akan meninggalkan bagian blok - blok yang belum diledak, dimana bagian itu akan membentuk lereng - lereng hampir mendekati tegak yang dapat menyebabkan bahaya terhadap para pekerja yang berada dibawahnya.
Adanya diskontinuitas yang muncul pada lereng -lereng juga sangat mempengaruhi kualitas batuan yang  menyebabkan    kekuatan     batuan  tersebut akan semakin kecil. Hal ini akan mempermudah batuan mengalami runtuhan. 
Evaluasi kemantapan lereng merupakan bagian yang   penting dari  suatu     perencanaan penambangan atau pemotongan suatu lereng. Pemahaman suatu metode analisis sangatlah diperlukan dalam hal ini. Ada dua hal pokok yang perlu diperhatikan dalam analisis kemantapan lereng batuan, yaitu pertama analisis struktur atau kinematic analysis dan yang kedua adalah menghitung angka factor keamanan atau safety factor.
Pada penelitian ini peneliti hanya melakukan analisis struktur untuk mengetahui kualitas massa batuan lereng granit menggunakan Metode Slope Rating (SMR) dan menggunakan Metode Proyeksi Stereografi berupa analisis Kinematika untuk menentukan bidang, jenis dan arah runtuhan lereng yang mungkin akan terjadi di PT Mandiri Karya Makmur. Selain itu dilakukan suatu system penanggulangan terhadap lereng yang berpotensi runtuh.
Lokasi Penelitian
Tempat penelitian ini dilakukan di PT Mandiri Karya Makmur, Desa Tanjung Gunung, Kecamatan Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung (Gambar 2). Secara geografis berada pada posisi antara 1060 09’ 50” – 1060 10’ 40” BT dan 020 11’ 55,6” – 020 12’ 45” LS, dengan jarak ± 15 km dari Kota Pangkalpinang.
Tinjauan Pustaka
Geologi Regional
Stratigrafi berdasarkan Mangga dan Djamal (1994), pada Peta Geologi Regional,  PT Mandiri Karya Makmur dan Sekitarnya (Gambar 3), dari tua ke muda terdiri dari Kompleks Malihan Pemali (CPp) yang ditemukan batuan metamorf, Formasi Tanjung Genting (Trt) yang terdiri dari batuan sedimen, Granit Klabat (TrJkg) berupa batuan beku, Formasi Ranggam (TQr) berupa batuan sedimen, dan Endapan Aluvial (Qs).
Batuan Granit
Tarbuck (2008) menjelaskan granit sebagai batuan beku yang paling banyak dikenal. Granit adalah batuan beku intrusif bertekstur panerik yang terdiri dari sekitar 25 % kuarsa dan 65 % feldspar.
Klasifikasi Massa Batuan
Menurut Bieniawski (1989) Metode Klasifikasi Rock Mass Rating (SMR) bertujuan mengklasifikasikan kualitas massa batuan. Sistem RMR, Bieniawski menggunakan lima parameter utama dan satu parameter kondisi, yaitu :
1.   Uniaxial Compressive Strenght (UCS)
2.   Rock Quality Designation (RQD)
3. Spasi  Bidang  Diskontinuitas (Joint   Spacing)
4. Kondisi Kekar (kemenerusan, aperture,     kekasaran, pengisi, pelapukan)
5.  Kondisi Air tanah
6.  Orientasi Diskontinuitas
RMRdasar adalah nilai RMR dengan tidak memasukkan parameter orientasi kekar dalam perhitungannya.
Slope Mass Rating (SMR)
Analisis kemantapan lereng Bieniawski (1989) memakai sistem Slope Mass Rating (SMR) sebagai metode koreksi untuk parameter orientasi kekar dengan air dianggap kering. SMR dapat memberikan panduan awal dalam analisis kestabilan lereng, memberikan informasi hal yang diperlukan dalam perbaikan lereng (Romana, 1985). SMR dapat melakukan koreksi lereng berdasarkan nilai Rock Mass Rating. Nilai SMR dapat dinyatakan dengan Persamaan 1 berikut ini :
SMR = RMRdasar + (F1 x F2 x F3) + F4             (1)
Penyesuaian nilai kekar terdiri dari 4 faktor :
·       F1 tergantung kesejajaran arah jurus dan muka kekar dengan rumus, F1 = (1-sin A)2, dimana A adalah sudut antara arah jurus kekar dan muka lereng.
·       F2 mengacu kepada kemiringan kekar pada keruntuhan bidang (planar) dengan rumus, F2 = tan2 Bj, dimana Bj adalah sudut kemiringan kekar. Keruntuhan guling nilai F2 = 1.
·       F3 merupakan hubungan antara kemiringan lereng dan kemiringan kekar.
·       F4 merupakan faktor metode penggalian yang ditentukan secara empirik.
Deskripsi kelas-kelas massa batuan berdasarkan nilai Slope Mass Rating. Kelas kualitas SMR massa batuan diilustrasikan pada Tabel 1 (Romana, 1989).
  
Profil
Deskripsi
No Klas
I
II
III
IV
V
Rating
100-81
80-61
60-41
40-21
20-0
Kelas
Sangat Baik
Baik
Sedang
Jelek
Sangat Jelek
Longsoran
Tidak ada
Beberapa blok
Bbrpa kekar/baji
Bidang/ baji besar
Bidang besar/seperti tanah
Penyangga
Tidak ada
Sewaktu-waktu
Sistematis
Sgt perlu
Reexcavation

Analisis Kinematika
Berdasarkan Wyllie & Mah (2004), jenis longsoran blok dapat diidentiikasi melalui stereografi menggunakan Program Dips sebagai analisis Kinematika. Beberapa jenis longsoran yang umum dijumpai pada massa batuan di tambang terbuka, yaitu :
1. Longsoran Bidang : Longsoran jenis ini terjadi jika jurus bidang luncur mendekati paralel terhadap jurus bidang lereng. Kemiringan bidang luncur harus lebih kecil daripada kemiringan bidang lereng, kemiringan bidang luncur lebih besar daripada sudut geser dalam dan adanya bidang bebas.


Terima kasih ya sudah berkenaan berkunjung ke blog saya... untuk masalah lanjutan dari data diatas jika ada yang berkenan bisa dikirim lewat email (Mirsandi86@gmail.com). Terima kasih 

Sunday 7 February 2016

Kapal Isap Produksi

Definisi Kapal Isap Produksi (KIP)


          Kapal Isap Produksi (KIP) adalah suatu alat gali atau pemindahan tanah yang dipergunakan untuk menggali lapisan tanah bawah laut, dimana peralatan mekanis dan pengolahan materialnya bertumpu pada sebuah ponton. Berikut ini adalah gambar Kapal Isap Produksi (KIP) IX yang terdapat di laut Penganak.

                                                    Gambar 1.1 Kapal Isap Produksi IX

          Lapisan tanah bawah laut yang mengandung pasir timah dipotong dengan menggunakan cutter/pemotong. Selanjutnya material tersebut akan terberai dan hasil beraiannya tersebut dihisap dan dipindahkan ke bagian pengolahan sementara atau yang dikenal dengan instalasi pencucian. Bagian pengolahan sementara ini berfungsi sebagai media pemisah antara mineral cassiterite (SnO2) dengan mineral pengotor lainnya. Mineral cassiterite (SnO2) hasil pencucian ditampung di dalam kampil bijih (karung tempat bijih timah), sedangkan mineral pengotornya langsung terpisah dan dibuang ke dalam laut. Susunan umum KIP IX ditampilkan pada gambar dibawah ini.


                                                 Gambar 1.2 Susunan Umum KIP IX
                                                   (Sumber : Unit Laut Bangka,2014)

Bagian-bagian Utama Kapal Isap Produksi
      Secara garis besar bagian utama pada Kapal Isap Produksi (KIP) Timah IX adalahh sebagai berikut :
1. Alat Apung (Ponton)
Ponton adalah bagian dasar/kumpulan dari beberaa tangki atau kompartemen yang membentuk suatu badan kapal, ponton berbentuk tabung dengan panjang bagian luar 80.520 m dan  berdiameter 2.8 m. Selain sebagai alat apung, ponton juga berfungsi untuk menyimpan HSD (bahan bakar solar) dan air tawar. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1.3.


                                            Gambar 3.3 Sketsa Ponton Kapal Isap KIP IX
                                            (Sumber : PT. Timah Unit Laut Bangka, 2014)

Permesinan dan Sumber Tenaga Listrik (Genset)
           Kapal Isap Produksi (KIP) Timah IX terdiri dari 5 buah mesin dan 3 buah genset, yaitu sebagai berikut :
a. Mesin swing kiri/kanan, (650 HP, 1800 rpm)
        Berfungsi untuk menggerakkan kapal ke kiri atau ke kanan.
b. Mesin Pendorong/Sailing, (650 HP, 1800 rpm)
        Berfungsi untuk mendorong pergerakan Kapal Isap Produksi.
c. Mesin Under Water, (650 HP, 1800 rpm)
        Berfungsi untuk menyalurkan air ke Jig
d. Mesin Pompa Tanah, (650 HP, 1800 rpm)
       Berfungsi untuk memutar impeller pompa tanah yang dihubungkan dengan gear box pompa                tanah
e. Mesin Ladder, (1050 HP, 1800 rpm)
       Berfungsi untuk menaik-turunkan ladder
f. Genset Utama 150 KVA (50 Kw, 1500 rpm)
       Berfungsi sebagai sumber tenaga listrik utama Kapal Isap Produksi (KIP).
g. Genset Cadangan 50 KVA (110 Kw, 1500 rpm)
       Berfungsi sebagai sumber tenaga listrik cadangan Kapal Isap Produksi (KIP).
h. Genset Portable (5 Kw,1500 rpm)
       Berfungsi sebagai genset untuk cadangan.

     Kapal Isap Produksi (KIP) TIMAH IX digerakkan oleh 2 buah propeller. Setiap propeller memiliki dua fungsi, yaitu untuk melakukan perpindahan penggalian dan sebagai tenaga pendorong KIP ketika melakukan perputaran sewaktu menggali paisan tanah. Propeller ini dapat diputar 3600 ke arah kiri ataupun kanan

Alat Gali

Alat gali pada KIP TIMAH IX, antara lain sebagai berikut.
a. Ladder
       Panjang ladder sangat menentukan untuk kedalaman gali, dimana Kapal Isap Produksi (KIP) yang ada di Bangka saat ini memiliki kedalaman gali ideal 48 m dengan sudut penggalian  sebesar 550. Konstruksi ladder terdiri dari besi siku dan plat sebagai dinding. Ujung ladder dipasang cutter dan pangkal ladder dipasang as sebagai tumpuan untuk naik turunnya ladder. Selain itu, ladder juga terdiri dari block bearing cutter, gear box cutter, stafa gear box cutter, pipa kumis, mulut isap, pipa isap, pompa tanah, pipa tekan, as panjang, dan garden shaft.

b. Penggerak ladder (ladder winch)
       Ladder digerakkan turun atau naik menggunakan wipe rope (kawat ladder) dengan pompa hidrolik yang menggerakkan ladder winch dan dibantu oleh tujuh buah skep penghantar. Kawat ladder yang digunakan adalah kawat berdiameter 38 mm dengan panjang kawat keseluruhan adalah 500 m. Penggerak ladder ini memiliki gaya tarik sebesar 30 ton dengan kecepatan 12.2 m/menit. 

c. Cutter
          Cutter yang digunakan memiliki diameter 1,825 m, terdiri dari 6 buah pisau, dimana pisau 1,3,5 memiliki 7 kuku dan pisau 2,4,6 memiliki 8 kuku yang berfungsi untuk memotong/memberaikan lapisan tanah agar dapat dihisap oleh pompa tanah melalui mulut isap dan pipa isap, sehingga penggalian bisa diperdalam atau diperlebar. Cutter digerakkan oleh sebuah mesin yang disebut mesin hidrolik kiri dengan pompa hidrolik yang dihubungkan ke stafa gear box cutter, gear box cutter, dan block bearing cutter. 

d. Jangkar
     Kapal Isap Produksi (KIP) TIMAH IX memiliki 1 buah jangkar dengan massa 600 lbs yang terletak di bagian ujung depan KIP. Jangka digerakkan oleh sebuah winch dengan pompa hidrolik.

Alat Angkut
Alat angkut pada Kapal Isap Produksi (KIP) TIMAH IX, antara lain sebagai berikut.
a. Pipa
      Pipa digunakan sebagai alat angkut (media transportasi material) yang dipasang pada pompa tanah. Pipa yang terpasang terdiri dari pipa isap, pipa tekan dan spiral yang berukuran 14 inchi. Pipa isap berfungsi sebagai media penghisap material yang diujungnya terdapat mulut isap berbentuk pipih dengan lubang bukaan berukuran 660 x 330 mm2. Pipa tekan berfungsi sebagai media pendorong material menuju saring putar melalui pipa spiral.

b. Pompa tanah
      Pompa tanah terletak di ladder dengan jarak 11.5 m dari cutter yang digerakkan oleh sebuah mesin penggerak impeller pompa tanah yang dihubungkan oleh as panjang dan gardan shaft. Pompa tanah dengan pipa isapnya berfungsi menghisap material hasil galian dari cutter yang selanjutnya di transportasi ke saring putar melalui pipa press untuk dip roses lebih lanjut di peralatan pencucian (jig). Pada kondisi material tertentu pompa tanah dengan kemampuannya menghisap yang sangat kuat dapat berfungsi juga sebagai alat gali, menggantikan fungsi cutter. 




Proses Penggalian Timah Menggunakan Kapal Isap Produksi

LAPORAN KERJA PRAKTEK
MIRSANDI
Angkatan 2011 Teknik Pertambangan
Fakultas Teknik
Universitas Bangka Belitung
UNIT LAUT BANGKA PT TIMAH PERSERO


BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
          Timah adalah logam yang lunak berwarna putih kebiruan-perak yang mudah dibentuk dan tidak mudah bereaksi, dengan titik leleh rendah sehingga banyak digunakan oleh manusia. Mineral utama penghasil timah adalah cassiterite (SnO2), timah termasuk bahan galian yang strategis (tipe A), yaitu strategis untuk pertahanan dan keamanan serta perekonomian negara.
         Dari seluruh negara penghasil timah, Indonesia dikenal sebagai produsen timah keempat terbesar  di dunia setelah Republik Rakyat Tiongkok, Amerika Latin dan Peru dengan produksi mencapai 100.000 – 120.000 ton pertahun  dan menguasai 40% pasokan timah dunia (Dunia Industri.com, Oktober2013). Sekitar 98.5 % dari total produksi timah Indonesia pada tahun 1978 berasal dari endapan letakan (placer). Penambangan timah di Indonesia hanya tersisa di Pulau Bangka dan Pulau Belitung serta di daerah Kepulauan Riau dan Kalimantan Barat dimana hampir semua penambangannya dilakukan di darat. Hal ini membuat cadangan timah didarat mengalami penurunan karena terus dilakukan penambangan sedangkan permintaan dan harga pasar dunia akan logam timah ini cenderung mengalami kenaikan. Akibat berkurangnya cadangan timah didarat serta dunia usaha yang dinamis telah mendorong perubahan dalam industri penambangan timah dan merupakan tantangan bagi PT. Timah untuk terus berevolusi menjadi perusahaan pertambangan yang handal dengan tetap menjaga kesinambungan lingkungan. Salah satu strategi untuk keberlangsungan usaha yang tengah dilakukan dilakukan adalah dengan memperkuat armada operasi penambangan lepas pantai (Off Shore) dengan mengadaptasi perkembangan teknologi terkini melalui  Kapal Isap Produksi dan Kapal Keruk serta BWD (Bucket Wheel Dredge). Penguatan operasi penambangan lepas pantai tersebut diartikulasikan dalam semangat “Go Offshore, Go Deeper” (www.timah.com).
          Sebenarnya metode penambangan dengan menggunakan kapal keruk sudah ada sejak zaman pemerintahan Belanda, sedangkan Kapal Isap Produksi (KIP) merupakan metode yang masih baru, karena baru diaplikasikan oleh PT. Timah (Persero) Tbk sekitar tahun 2005. Dengan memperhatikan besarnya peranan Kapal Isap Produksi di sektor industri pertambangan timah dewasa ini, maka perencanaan kerja dan evaluasi pada Kapal Isap Produksi perlu dilaksanakan dengan baik dan terukur. Pengetahuan akan peranan Kapal Isap Produksi dalam penambangan timah sangat penting bagi mahasiswa yang masih menjalani bangku kuliahan demi untuk meningkatkan wawasan yang ada.
         Atas dasar hal-hal diatas maka penulis mengambil judul laporan kerja praktek adalah ” Aktivitas Penggalian Secara Umum Pada Penambangan Timah Lepas Pantai (Off Shore) Menggunakan Kapal Isap Produksi (Kip) Timah IX di Perairan Laut Penganak Unit Laut Bangka PT.Timah (Persero) Tbk”.

1.2 Tujuan Kerja Praktek
       Adapun pelaksanaan kerja praktek mahasiswa Teknik Pertambangan, Universitas Bangka Belitung ini bertujuan untuk :

  1. Mengetahui secara umum aktivitas penambangan timah lepas patai (Off Shore) menggunakan Kapal Isap Produksi (KIP).
  2. Mendapatkan kesempatan untuk memperluas dan pehamanan mengenai disiplin di industri dan penerapannya, serta mendapatkan gambaran umum mengenai kondisi yang ada pada dunia kerja.
  3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami aplikasi ilmu yang diterapkan dalam industri dan dapat mengetahui produktivitas perusahaan.
  4. Mengenalkan dan membiasakan diri terhadap suasana kerja sebenarnya sehingga dapat membangun semangat kerja yang baik, serta sebagai upaya untuk memperluas cakrawala wawasan kerja.

1.3 Manfaat Kerja Praktek
Adapun manfaat kerja praktek ini adalah sebagai berikut :

Bagi Universitas/Fakultas/Prodi :

  • Terjalinnya kesinergisan antara dunia pendidikan dan industri yang ada di Provinsi Kep. Bangka Belitung
  • Terjalinnya hubungan silahturahmi antara pihak perguruan tinggi dengan industri
  • Menciptakan lulusan yang mengetahui akan bagaimana cara memasalahkan suatu permasalahan dengan cara melakukan analisa sesuai dengan bidang yang ditekuni mahasiswa
Bagi Industri
  • Membantu industri untuk memecahkan kendala-kendala atau masalah yang ada dilapangan guna keterlangsungan proses yang ada di industri
  • erjalinnya kesinergisan antara industri dengan dunia pendidikan yang ada di Provinsi Kep. Bangka Belitung
  • Terjalinnya hubungan silahturahmi antara pihak industri dengan perguruan tinggi.
Bagi Mahasiswa

  • Memahami dan dapat menjelaskan flowsheet proses yang ada di lokasi kerja praktek
  • Mendapatkan kesempatan menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari bangku perkuliahan untuk melakukan analisa jalannya proses atau memecahkan persoalan nyata yang ada didalam kegiatan pengoperasian
  • Mendapatkan gambaran nyata tentang organisasi kerja dan penerapannya dalam upaya mengoperasikan suatu kegiatan produksi.

1.4 Pembatasan Masalah
         Dalam kegiatan Kerja Praktek ini, Penulis hanya membatasi permasalahan secara umum pada operasi penggalian dan pengangkutan material yang mengandung bijih timah menggunakan Kapal Isap Produksi IX yang mencakup alat gali (ladder dan cutter) dan alat angkut (pompa tanah).

1.5 Metode Penelitian
Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis sebagai dasar penulisan laporan kerja praktek ini adalah :
      1. Observasi 
         Dalam metode observasi ini penulis melakukan peninjauan secara langsung untuk melihat aktivitas penambangan dan pencucian yang ada di Kapal Isap Produksi Timah IX, Unit Laut Bangka, PT. Timah (Persero) Tbk. Peninjauan kelapangan ini dilakukan penulis selama 8 hari dimulai dari tanggal 8 September – 15 September 2014.

      2. Diskusi
            Metode ini dilakukan penulis dengan cara berdiskusi secara langsung kepada Pembimbing Lapangan, Kuasa KIP, Kapten Harian, Mandor Umum dan Sesama teman mahasiwa yang sedang melakukan Kerja Praktek dan Tugas Akhir.

     3. Pengumpulan Data
              Teknik Pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara menyatat semua hal yang diamati saat berada di Kapal dan data yang dikumpulkan dari hasil diskusi dengan berbagai pihak yang terkait.

     4. Studi Pustaka
            Studi pustaka dilakukan dengan cara mempelajari segala literatur yang ada terkait dengan aktivitas penambangan dan pencucian yang ada di Kapal Isap Produksi (KIP) serta referensi-referensi yang menjadi acuan penyusunan laporan ini.






Sejarah Granit Bangka Belitung

Granit
E. J. Cobbing


Translated ; Mirsandi

               Pengetahuan granit Sumatera sebagian besar telah terkumpulkan dari hasil program pemetaan sistematis yang dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi sumberdaya mineral dan menyediakan data base geologi bagi penelitian lebih detail. Program pemetaan yang terutama dilakukan oleh Geologis Belanda dan Indonesia dulu pada perang dunia kedua, sebagian besar di daerah Sumatera bagian selatan dan Kepulauan Timah. Di tahun 1970 kombinasi direktorat Sumberdaya Mineral/ Proyek Survey Geologi Inggris melakupan pemetaan geologi Sumatera kathulistiwa utara. Dalam penyelesaian proyek ini peta geologi dan geokimia pertengahan 1980 diterbitkan dengan skala 1:250.000, bersamaan dengan deskriptif lembaran buletin. Kompilasi berguna lainnya yang mengacu pada peta geologi skala 1:2,5 juta untuk keseluruhan kepulauan Indonesia termasuk Sumatera (Clarke 1990).

                      Sesudah itu Survey Geologis Inggris melakukan proyek yang sama yang lebih kecil di Sumatera bagian selatan dengan tujuan untuk memperbaharui program pemetaan geologi dan ekxplorasi mineral yang sedang dialkukan oleh Pusat Pengembangan dan Penelitian Geologi Indonesia dan Direktorat Sumberdaya mineral. Sebagai bagian dari program ini usaha khusus dibuat untuk menginvestigasi granit di daerah ini. Kombinasi Ruangkerja granit/program pemetaan regional menghasilkan identifikasi banyak unit granit dalam batholit seperti Lassi, Bungo dan Garba, juga sejumlah pluton yang terisolasi. Analisis isotop dan geokimia penuh diperlukan untuk granit2 ini. (McCourt & Cobbing 1993; McCourt et al. 1996). Gasparon & Varne (1995) telah menyediakan informasi geokimia dan geologi lebih lanjut dari granit dan gunung berapi terpilih pada seluruh Sumatera. Cobbing et al. (1986, 1992) sebelumnya telah menyediakan data isotop dan geokimia lengkap dari Granit Kepulauan Timah sebagai bagian dari studi luas/komprehensif granit yang banyak di Aia Tenggara.

            Studi gabungan ini menetapkan saran sebelumnya bahwa granit Sumatera bisa diklasifikasikan kedalam kelompok yang lebih tua, granit assosiai timah yang tersebar luas, dan kelompok yang lebih muda, yang secara geografis terbatas, volcanic arc granite dengan rentang komposisi yang luas.

                       Granit assosia timah yang lebih tua yang melalui seluruh sumatera, tetapi sebagian besar terkonsentrasi di bagian timur jajaran Barisan dan juga yang didalamnya, tetapi di beberapa singkapan area granit meluas sejauh pantai barat. Granit Gunungberapi Arc berderet dengan Jajaran barisan.

                     Di saat ini sulit untuk memberikan penjelasan granit Sumatera, karena banyak pekerjaan sebelumnya yang tertuju pada aspek berbeda geologi, geokimia dan hubungan isotopik pada granit. Ini telah sulit dalam mengintrepetasi studi sebelumnya, akibatnya perpaduan berikut terbatas oleh tujuan berbeda dan kondisi dibawah dimana pekerjaan regional sebelumnya di lakukan.

Umur Isotopik Granit Sumatera

                  Banyak analisis isotopik yang terbit dari Sumatera tidak didukung oleh deskripsi petrografi atau analisis kimia batu keseluruhan. Lagipula, dibeberapa kasus umur isotropik ditentukan untuk pluton khusus yang terdapat sebagi jajaran yang luas sehingga tidak mungkin untuk menerbitkan umur mereka yang tepat. Di kasus lainnya ketersediaan geokimia cukup ganjil memberikan keraguan dalam kepercayaan umur isotopik yang dilaporkan. Ini adalah kasus dari Granit Ombilin (Gambar 5.1), mellaui pantai bagian barat danau Singkarak, Silitonga & Kastowa (1975) berumur 256 +/- 6 Ma. Tubuh ini memiliki geokimia tipe arc volcanic tetapi sangat kuat terdeformasi, dan menunjukkan nilai potassium dan rubidium menyimpang snagat tinggi(mccourt & Cobbing 1993). Faktor-faktor ini membuat keraguan dalam kepercayaan umur yang terlaporkan, yang mana setidaknya 50 Ma lebih tua dari semua granit lainnya dalam hal afinitasnya.

                     Contoh lebih jauh kesulitan dalam menginterpretasi umur isotopik granit Sumatera disediakan oleh Sibolga Btaholith di Sumatera barat laut. Pluton ini telah menghasilkan jajaran yang luas umur istropik dari 75 sampai 264 Ma. Ini adalah tubuh yang sangat besar, dan mungkin bercampur, berisikan beberapa unit berbeda dari umur yang berbeda. Di daerah pedalaman Sibolga granit terdiri dari Biotit-granit hornblende dan granodiorit dengan kristal sangat besar K-feldspar pink, enclave basah dan dyke basah. Karaktersitik ini adalah ciri khas granit provinsi bagian timur Peninsular Malaysia dan kepulauan Timah, dan membedakan batuan ini dari granit yang berasosiasi dengan timah di daerah yang sama (Cobbing et al. 1986, 1992). Posisi Sibolga Granit namun, jelasnya berbeda, karena ia terbentad jauh di pantai barat Sumatera, 300 km jauh dari Granit provinsi Bagian timur Peninsular Malaysia.

                      Umur istotopik 264 Ma (Aspden et al. 1982b) mungkin menunjukkan umur penempatan Granit Sibolga itu sendiri, tetapi 13 umur lainnya tersimpan dalam tubuh ini, berentang dari 75 sampai 264 Ma, tidak bisa menunjukkan penempatan umur Pluton Sibolga, dan mungkin telah terbentuk dari pluton stalit di daerah Sibolga.Tidak sama seperti Batholit Sibolga tidak ada pertanyaan sumber yang tidak pasti untuk Batholit Lassi (Gambar 5.1) yang telah memberi banyak quote zaman kretasius awal 112 Ma (katili 1974a). Namun, ini bertentangan dengan umur K-Ar 56,3 Ma yang dilaporkan oleh Sato (1991). Lima umur K-Ar 57, 55, 54, 53 dan 53 Ma dari unit berbeda batholit ini yang diberikan McCourt et al. (1996) dan umur 40Ar/39Ar 55 dan 56 Ma (Imtihanah 2000) mengkonfirmasi umur Palaecene sendiri.

                    Contoh Lassi menyarankan bahwa banyak umur isotopik dilaporkan dari Sumatera tidak mencerminkan umur penempatan, tetapi itu sekarang tidak mungkin membedakan ini dari umur yang dapat dipercaya, kecuali kalau metode pelengkapan penanggalan isotop telah digunakan, syarat yang pada hakikatnya mengurangi nilai set data yang tersedia baru-baru ini. Untuk alasan ini beberapa kutipan umur isotop dalam acount berikut adalah subjek perbaikan. Kebnayakan umur granit dianggap dalam laporan ini adalah data geokimia dan isotop yang mendukung.

                    Sampai umur U-Pb zirkon baru-baru ini didapatkan oleh Liew & McCulloch (1985) dari granit Kuantan Provinsi bagian timur Peninsular Malaysia adalah umur yang tertua dari daerah granit. Ini sekarang telah meluas menjadi 275 Ma oleh Schwartz & Askury (1990) yang menghasilkan umur K-ArBiotit dari Pluton di jajaran daerah Kuantan Dungun dari 220 ke 275 Ma. Umur dari provinsi jajaran utama Peninsular Malaysia umumnya lebih muda, dari 207 sampai 230 Ma (Cobbing et al. 1992). Puncak aktivitas magma Granit Jajaran Utama di Peninsular Malaysia dan kepulauan timah adalah pada 220 Ma, dengan granit yang lebih tua, khususnya di Kepulauan Timah: contoh Belinyu 251 +/- 10 dan Penangas 252 +/-8 (Cobbing et al. 1992) (Gambar 5.2).


                    Di Penninsula Malaysia Provinsi Granit bagian timur terpisah dengan garis Bentong-Raub dari provinsi Main Range, dimana umur granit umumnya lebih muda, berjarak dari 207 sampai 230 Ma (Triassic akhir)(Gambar 5.1 & 5.3) meskipun beberapa granit, khususnya di Kepualuan Timah, telah memberikan umur Permian akhir, contohnya catatan Belinyu dan Penangas diatas (Cobbing et al. 1992).

                   Meskipun sejumlah besar pekerjaan telah rampung pada granit Sumatera hanya 6 penelitian yang memberikan geologi mereka secara detail tepat, geokimia dan fitur isotop untuk perbandingan yang berguna. Ini adalah publikasi Beddoe-Stephens et al. (1987) Batholit Muarasipongi, Schwartz & Surjono (1990a) untuk daerah 30, Clarke & Beddoe-Stphens (1987) untuk Granit Hatapang, Sato (1991) untuk 3 pluton tipe I dan tipe S di Sumatera tengah, Gasparon & Varne (1995) untuk pluton terpilih yang sebagian besar karakter volcanic arc dari keseluruhan pulau, McCourt & Cobbing (1993) yang memberikan set data lengkap koleksi mereka tentang bagian sumatera bagian selatan, dan McCourt et al. (1996) yang memberikan data terpilih dari set data. Namun berguna untuk menginterpretasikan umur dan affinitas granit lainnya di Sumatera dalam kerangka yang disediakan oleh studi baru-baru ini, menggunakan karakteristik lapangan dan petrografi yang disediakan oleh studi terdahulu.

Deretan Granit

Granit sumatera terbentuk dari kelompok berbeda. Kelompok lebih tua yang secara luas tersebar sebagai pluton yang terisolasi dan batholit yang menyelimuti seluruh pulau, tetapi sebagian di daerah timur Barisan Range. Beberapa granit ini adalah asosiasi timah dan memiliki range komposisi tipis nilai SiO2, umumnya diatas 70%. Granit-granit lebih tua ini berhubungan dengan Central Province (Main Range) Sabuk timah Asia Tenggara, Peninsular Malaysia dan Thailand (Gambar 5.1 & 5.3). Kelompok granit yang lebih muda terbentuk dari komponen plutonik deretan arc gunung berapi. Mereka berada di Barisan Range, dimana mereka membentuk batholit kecil dan pluton yang terpisah dengan range komposisi yang luas dari Gabro sampai monzogranit.


Deretan ikatan Timah

Granit asosiasi timah adalah afinitas tipe S dan kemungkinan kebanyakan berumur trias. Mereka tersebar luas di Sumatera dan tidak begitu tersingkap. Mereka sama dengan granit Main Range Peninsular Malaysia dan kepulauan timah Indonesia. Namun, hampir kekurangan yang lengkap data geokimia dan isotopnya unuk granit ini, Schwartz (1987) dan Schwartz & Surjono (1990a) melaporkan 5 besar dan analisis elemen jejak daro greisens dan megakristal K-feldspar granit biotit dari Sungei Isahan dan area berdekatan di daerah 30 Sumatera Selatan (gambar 5.1). 3 analisis greisen dan jauh berbeda dengan komposisinya, tetapi 2 berasal dari megakristal K-feldspar normal monzogranit dengan nilai SiO2 71,7 dan 71,47% dimana sama dengan signature geokimia granit dari Provinsi Range Main Peninsular Malaysia dan thailand.